Total Tayangan Halaman

Welcome to My Blog...

Sabtu, 16 April 2011

Kewarganegaraan Anak

Dasar

*

Undang-undang no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, diundangkan 1 Agustus 2006 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2006 nomor 63.
*

Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor M.01-HL.03.01 tahun 2006 tanggal 26 September 2006 tentang Tatacara Pendaftaran untuk Memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pasal 41 dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pasal 42 Undang-undang no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.


Siapa yang dapat mendaftar

Anak yang lahir sebelum Undang-undang no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia diundangkan pada 1 Agustus 2006 lalu belum berusia 18 tahun dan belum kawin, dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia apabila memenuhi kriteria berikut:

*

Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing;
*

Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia;
*

Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin;
*

Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
*

Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing; dan
*

Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan.


Dimana mendaftar

*

Pendaftaran untuk memperoleh Kewarganegaraan RI bagi anak tersebut dilakukan oleh salah seorang dari orang tua atau walinya dengan mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia diatas kertas bermeterai cukup. Bagi mereka yang tinggal di wilayah kerja KJRI Frankfurt, formulir permohonan dapat dimintakan pada KJRI Frankfurt, K(H)RI Stuttgart maupun K(H)RI München atau melalui internet di www.indonesia-frankfurt.de
*

Bagi anak yang bertempat tinggal di luar wilayah Republik Indonesia, permohonan pendaftaran diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM melalui Kepala Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal anak tersebut. Dengan demikian, KJRI Frankfurt dapat menerima permohonan pendaftaran hanya pemohon yang bertempat tinggal di negara bagian Hessen, Bayern, Baden-Württemberg, Saarland, Rheinland-Pfalz, dan Nordrhein-Westfalen.


Dokumen yang diperlukan

Untuk Pendaftaran tersebut yang dilakukan melalui KJRI Frankfurt diperlukan beberapa dokumen:

*

Surat permohonan dalam bahasa Indonesia sebagaimana contoh/ formulir permohonan yang telah disediakan oleh KJRI Frankfurt. Formulir bisa didownload dibawah dibagian "Download Formulir"
*

Fotokopi kutipan akta kelahiran dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia atau "Internationale Geburtsurkunde", yang ditandasahkan oleh Pejabat yang berwenang atau Perwakilan RI.
*

Surat Pernyataan dari orang tua atau wali bahwa anak belum kawin dalam bahasa Indonesia, bermeterai (Meterai tersedia di bagian Konsuler KJRI Frankfurt, dengan biaya pengganti € 1,-).
*

Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (Personalausweis) atau Paspor orang tua anak yang masih berlaku, yang telah disahkan oleh Pejabat yang berwenang atau Perwakilan RI.
*

Pasfoto anak terbaru berwarna ukuran 4x6cm sebanyak 8 (delapan) lembar dalam tempat terpisah: 6 (enam) lembar untuk dilampirkan pada permohonan kepada Menteri, 2 (dua) lembar untuk arsip KJRI Frankfurt;
*

Bagi anak yang lahir dari perkawinan yang sah, harus dilampiri pula fotokopi kutipan akta nikah/ buku nikah dan buku keluarga (Familienbuch) atau kutipan akta cerai/surat talak/ perceraian atau keterangan/kutipan akta kematian salah seorang dari orang tua anak berikut terjemahannya dalam bahasa Indonesia, yang disahkan oleh pejabat yang berwenang/ Perwakilan RI.
* Bagi anak yang diakui atau yang diangkat harus dilampiri fotokopi kutipan akta pengakuan atau penetapan pengadilan tentang pengangkatan anak berikut terjemahan dalam bahasa Indonesia yang disahkan oleh Pejabat yang berwenang atau Perwakilan RI.

Masing-masing dokumen dimasukkan oleh pemohon ke dalam kantong dokumen (Plastikprospekthülle) dan disatukan secara berurut dalam map plastik (Plastikmappe) warna kuning. Diperlukan 2 paket berkas permohonan yang dimasukkan dalam sebuah map gantung (Hängetasche), satu berkas untuk diteruskan kepada Menteri Hukum dan HAM, sedangkan satu berkas salinan sebgai arsip di KJRI Frankfurt.


Bagaimana prosesnya

*

Pejabat di KJRI Frankfurt akan memeriksa kelengkapan permohonan dalam 14 hari kerja sejak diterimanya berkas dokumen yang diterima melalui loket pelayanan maupun melalui pos.
*

Apabila permohonan yang diajukan dianggap belum lengkap oleh Pejabat KJRI Frankfurt, maka dokumen permohonan akan dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi. Namun bila berkas dokumen telah lengkap, maka permohonan tersebut akan disamapaikan kepada Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia.
*

Menteri Hukum dan HAM akan memeriksa kelengkapan permohonan pendaftaran dalam 14 hari kerja sejak permohonan pendaftaran diterima dari Pejabat atau Perwakilan RI.
*

Apabila permohonan yang diajukan dianggap belum lengkap oleh Menteri, maka dokumen permohonan akan dikembalikan kepada Pejabat atau Perwakilan RI untuk dilengkapi. Namun bila berkas dokumen telah lengkap, maka dalam 30 (tigapuluh) hari sejak dokumen permohonan diterima dari PejabatPerwakilan RI, Menteri akan menetapkan keputusan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia.
*

Keputusan Menteri tentang perolehan Kewarganegaraan Republik Indonesia tersebut disampaikan kepada Pemohon melalui Perwakilan RI / KJRI-Frankfurt.


Batas Waktu

Permohonan pendaftaran anak sebagaimana disebutkan diatas hanya dapat diproses apabila telah diajukan secara lengkap kepada Pejabat atau Perwakilan RI paling lambat 1 Agustus 2010.


Sampai kapan Anak dapat berkewarganegaraan ganda

Seorang anak dapat berdwikewarganegaraan hingga ia berusia 18 tahun atau kawin. Selambat-lambatnya sejak kawin atau berusia 18 tahun , anak tersebut harus menyampaikan pernyataan untuk memilih kewarganegaraan secara tertulis kepada Pejabat/ Perwakilan RI.


Biaya

Berkait dengan permohonan pendaftaran anak ini terdapat beberapa komponen biaya:

*

Biaya Legalisasi, untuk penandasahan fotokopi akta lahir, fotokopi akta nikah, dan fotokopi tanda pengenal. Besaran biaya sesuai tarip legalisasi dokumen pribadi yang berlaku di KJRI Frankfurt am Main.
* Biaya Pendaftaran adalah € 90.

Link :> http://www.indonesia-frankfurt.de/index.php?option=com_content&view=article&id=17&Itemid=30&lang=id

PERBEDAAN KEWARGANEGARAAN INDONESIA DENGAN NEGARA LAINNYA

I. PENDIDIKAN KEWARGAAN NEGARA INDONESIA

Pengertian Pendidikan Kewargaan Negara
PKN adalah suatu pendidikan yang ingin membina seseorang yang sudah memiliki status kewarganegaraan menjadi warga negara yang baik. Jadi PKN bertujuan meningkatkan kualitas manusia Indonesia (WNI). Yang dalam dunia pendidikan di negara kita mempunyai 12 sasaran bina aspek yaitu :
1. Pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME
2. Yang berbudi pekerti luhur
3. Yang berkepribadian
4. Berdisiplin
5. Yang bekerja keras
6. Yang tangguh
7. Yang mandiri
8. Yang bertanggung jawab
9. Yang cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani
10. Yang mampu menumbuhkan dan mempertebal rasa cinta tanah air
11. Yang mampu menumbuhkan dan mempertebal semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial
12. Yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri serta sikap dan perilaku yang inofatif dan kreatif
PKN tidak dibatasi oleh lingkup tempat dan waktu. Hanya saja penyampaian PKN itu disesuaikan dengan profesi yang ingin dimiliki oleh peserta didik.

Sasaran Pendidikan Kewargaan Negara
Objek studi PKN adalah manusia Indonesia yaitu Warga Negara Indonesia. Status/kedudukan seseorang membawa serta peranan seseorang. Disinilah seseorang dituntut dapat senantiasa menampilkan dirinya sesuai dengan hakekat manusia. Pangkal tolak untuk supaya manusia itu dapat sesuai dengan statusnya adalah pengendalian diri.

II. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI NEGARA ASING

Pendidikan Kewarganegaraan di Perancis

Sejarah Singkat Pendidikan Kewarganegaraan di Perancis

Di Perancis, Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship Education) secara tradisional telah menjadi salah satu agenda politik yang penting, disebabkan oleh kebutuhan untuk mengkonsolidasikan dukungan nasional bagi Republik Ketiga (Third Republic) ketika demokrasi dikembalikan pada tahun 1871.

Pendidikan Kewarganegaraan pada Sistem Pendidikan di Perancis

Pendidikan kewarganegaraan bukanlah subyek akademik konvensional. Subyek-subyek lain, seperti sejarah dan geografi, memperlengkapinya dengan referensi kultural dan saintifik. Pendidikan kewarganegaraan mengambil arti penuhnya ketika ia dihubungkan dengan kehidupan sekolah, dan khususnya ketika berkenaan dengan aturan-aturan pemerintah yang mengatur hak-hak pelajar dan dewan sekolah lanjutan atas.

Perbandingan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia dengan Perancis

Pendidikan kewarganegaraan Indonesia zaman Orde Baru (1966-1998) kurang, bahkan tidak merefleksikan cita sipil yang demokratis. Anggapan selama ini adalah bahwa kekeliruan itu bersumber pada otoritas negara (state agents) melalui indoktrinisasi politik yang berlebihan, misalnya melalui Penataran P4 yang banyak dilakukan untuk memaksakan visi dan misi pemerintah kepada rakyat, juga pada pembungkaman masyarakat demi kesejahteraan semu akan dukungan terhadap keputusan pemerintah. Setelah pelengseran rezim otoriter, yakni ketika indoktrinisasi sudah tidak terdengar lagi, timbul harapan besar bahwa kehidupan berbangsa akan semakin demokratis. Di era ‘reformasi’, wacana kewarganegaraan baru meletakkan pengakuan atas hak-hak warganegara sebagai isu sentral dalam masyarakat pluralis yang demokratis. Atau dengan kata lain, perjuangan dan pemerolehan hak sipil, hak asasi manusia dan keadilan sosial dan politik diyakini akan lebih mudah dicapai. Upaya itu diwujudkan, misalnya, melalui amendemen Undang Undang Dasar 1945 dan keinginan untuk merevitalisasi Pancasila. Di era ‘transisi demokrasi’ bangsa Indonesia dihadapkan pada pelbagai fenomena yang mempengaruhi kewarganegaraannya, seperti rasionalisme ekonomi, etika sosial, pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi, degradasi lingkungan, lokalisme demokratis, dan multikulturalisme. Semua masalah yang disebut belakangan ini merupakan tantangan berat dalam revitaslisasi cita sipil, khususnya melalui pendidikan kewarganegaraan.
Pendidikan Kewarganegaraan di Jepang

Berakhirnya Perang Dunia Kedua berpengaruh besar terhadap perjalanan bangsa dan negara Jepang, terlebih pada aspek pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas yang diperlukan bagi pembangunan kembali Jepang yang porak poranda akibat perang. Perhatian besar Jepang terutama difokuskan pada aspek pendidikan. Periode setelah kekalahan jepang dalam perang, menjadi titik balik yang sangat penting bagi pendidikan di Jepang.

Pendidikan kewarganegaraan di Jepang yang dikenal dalam terminologi social studies, living experience and moral education (Kerr, 1999), berorientasi pada pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan warga negara berkaitan dengan upaya untuk membangun bangsa Jepang. Dalam tulisan ini, kajian pendidikan kewarganegaraan di Jepang akan memfokuskan diri kepada kajian tentang konteks kelahiran, landasan pengembangan, kerangka sistemik, dan kurikulum dan bahan ajar pendidikan kewarganegaraan di Jepang.

Konteks Kelahiran

Konteks kelahiran Pendidikan Kewarganegaraan di Jepang dapat ditelusuri, terutama setelah Perang Dunia kedua (1945). Pada masa itu, perhatian pemerintah Jepang terhadap pendidikan mulai menunjukkan peningkatan. Pendidikan menjadi pusat perhatian pemerintah sebagaimana direncanakan sejak periode Meiji (abad ke-19) (Otsu, 1998:51; Ikeno, 2005:93). Periode setelah kekalahan Jepang ini, merupakan titik balik yang sangat penting bagi pendidikan di Jepang. Pendidikan Jepang mengubah orientasinya dari yang bersifat militer ke arah pendekatan yang lebih demokratis. Demikian pula perubahan dirasakan dalam Pendidikan Kewarganegaraan, mata pelajaran ini telah bergeser penekanannya dari pendidikan untuk para warganegara dan pengajaran disiplin ilmu-ilmu sosial yang terkait dengan upaya untuk membangun bangsa Jepang, ke arah Pendidikan Kewarganegaraan untuk semua warganegara (Ikeno, 2005:93).

Pendidikan Kewarganegaraan Jepang setelah Perang Dunia II dapat digambarkan dalam tiga periode (Ikeno, 2005:93) sebagai berikut: “Pertama, periode tahun 1947-1955, berorientasi pada pengalaman. Kedua, periode tahun 1955-1985, berorientasi pada pengetahuan, dan ketiga, periode tahun 1985-sekarang, berorientasi pada kemampuan”.

Landasan Pengembangan

Landasan Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan di Jepangtidak dapat dilepaskan dari konsep warganegara (komin, citizen) dan kewarganegaraan (citizenship). Oleh karena itu, penting diketahui bagaimana konsep-konsep tersebut dikonstruksi. Untuk menjelaskan hubungan antara citizen dan citizenship di Jepang, Otsu (1998:53) mengemukakan sebagai berikut: “Related to the definition of ‘citizen’, ‘citizenship’ has a much wider meaning and can be used differently in different contexts”. Berdasarkan kutipan tersebut diketahui bahwa definisi antara citizen dan citizenship dapat memiliki arti yang luas dan dapat digunakan dalam cara dan dalam konteks yang berbeda.

Pada saat “kewarganegaraan (civics)” disiapkan sebagai suatu mata pelajaran pada sekolah menengah pada tahun 1970, Kementerian Pendidikan menggambarkan tujuan inti Pendidikan Kewarganegaraan sebagai berikut:

1. to develop an awareness and understanding of Japan as a nation and the principle of sovereignty (Untuk mengembangkan kesadaran dan pemahaman tentang Jepang sebagai sebuah negara dan prinsip kedaulatan)

2. to develop a concept of local community and the state and ways in which the individual can contribute to the work of the community and the state (Untuk mengembangkan suatu konsep tentang masyarakat lokal dan negara serta cara bagaimana setiap individu dapat berkontribusi dalam satu pekerjaan di masyarakat dan negara)

3. to appreciate rights and responsibilities and duties of the individual in the community and wider society (Untuk menghargai hak dan tanggungjawab serta tugas dari individu dalam suatu komunitas dan masyarakat yang lebih luas)

4. to develop an ability to act positively in relation to rights and duties (untuk mengembangkan kemampuan untuk bertindak secara positif dalam hubungan antara hak dan kewajiban)

link :> http://suciharlen.wordpress.com/2009/10/06/pendidikan-kewarganegaraan-di-indonesia-dan-negara-lainnya/